Perjalanan
pendidikan nasional Indonesia dari masa kolonial sampai sekarang selalu
mengalami perkembangan. Pada tahun 1804 sekolah didirikan untuk mendidik calon
pegawai negeri dan pembantu perusahaan-perusahaan milik Belanda. Rakyat hanya
diajari membaca, menulis, dan berhitung seperlunya. Tahun 1920 lahir cita-cita
baru untuk perubahan dalam pendidikan.
Ki Hajar Dewantara adalah salah satu tokoh perjuangan dalam bidang pendidikan.
Sejak muda, Ki Hajar Dewantara sudah menunjukkan kepeduliannya terhadap bangsa
Indonesia yang dijajah. Beliau melihat bahwa pendidikan pada masa itu sangat
terbatas dan tidak memberikan kesempatan yang sama kepada pribumi. Pada tahun
1922 Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa yang menawarkan pendidikan
berakar pada budaya Indonesia tetapi juga terbuka terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan. Konsep yang diusung Ki Hajar Dewantara adalah "ing ngarsa sung
tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" yang artinya di depan
menjadi contoh, di tengah membangun semangat, dan di belakang memberi dorongan.
Melalui pendidikan, Ki Hajar Dewantara ingin membebaskan bangsa Indonesia dari
belenggu kolonialisme dan keterbelakangan. Dengan pendidikan, Indonesia
diharapkan dapat menjadi bangsa yang maju dan bermartabat. Warisan Ki Hajar
Dewantara tidak hanya berupa lembaga pendidikan, tetapi juga semangat dan
nilai-nilai luhur yang terus menginspirasi generasi muda Indonesia. Sebagai
guru, meneruskan perjuangan Ki Hajar Dewantara berarti meneruskan semangat
beliau dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan menerapkan "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani", membudayakan belajar sepanjang hayat, menanamkan nilai-nilai luhur
bangsa, berinovasi dalam pembelajaran, dan menjadi guru sebagai agen perubahan untuk
mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan maju.
Perkembangan kurikulum di Indonesia
setelah merdeka dimulai dari Kurikulum 1947 yang menjadi transisi dari
pendidikan Belanda menuju pendidikan nasional. Kurikulum 1952 menekankan setiap
mata pelajaran harus berhubungan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta
harus dapat membangun kesadaran diri sebagai bangsa Indonesia. Kurikulum 1964 mewujudkan
pendidikan tingkat sekolah dasar. Kurikulum 1968 menekankan pada upaya untuk
membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti dan keyakinan beragama.
Kurikulum 1975 menekankan pembelajaran yang efektif dan efisien. Kurikulum 1984
siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Kurikulum 1994 menyempurnakan
kurikulum sebelumnya dengan memberi banyak penambahan pelajaran, terutama
materi pelajaran muatan lokal, sehingga kurikulum 1994 sangat padat. Kurikulum
2004 menekankan kompetensi siswa. Kurikulum 2013 menekankan pendekatan
saintifik dalam pembelajaran, dan sekarang Kurikulum Merdeka Belajar lebih
responsif terhadap perubahan zaman dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi
tantangan global.
Kurikulum yang menurut saya paling
cocok diterapkan di Indonesia sekarang adalah Kurikulum Merdeka Belajar. Kurikulum
Merdeka Belajar dirancang menyesuaikan perkembangan zaman saat ini dengan pendekatan
pembelajaran yang lebih fleksibel, relevan, dan berpusat pada siswa untuk
menciptakan lulusan yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki karakter yang
baik dan siap menghadapi tantangan masa depan. Menurut saya kurikulum yang
cocok untuk dikembangkan di Indonesia pada masa mendatang adalah kurikulum yang
menyesuaikan kebutuhan perkembangan zaman dan sesuai dengan budaya Indonesia karena
kurikulum berubah untuk meningkatkan
kualitas pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar