Rabu, 25 Desember 2024

Kolaborasi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

 

Kelompok :

1.     Aliffatul Fahmi                                   (24402400036)

2.     Rizky Pratama Putra                           (24402400605)

3.     Rora Nurtsalitsa Switania                   (24402400608)

4.     Sulis Rinawati                                    (24402400697)

5.     Triana Rosmawati                              (24402400724)

 

PPG Bagi Calon Guru Gelombang 2 Tahun 2024

Bidang Studi Matematika

LPTK Universitas Islam Sultan Agung

 

Filosofi Pendidikan Indonesia

T2.3. Ruang Kolaborasi

Tabel 2.3. Kolaborasi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

 

1.    Apa makna kata menuntun dalam proses pendidikan?

Respon:

Kata "menuntun" dalam proses pendidikan memiliki makna menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidik dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Dalam proses “menuntun”, anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Pendidikan bertujuan untuk menuntun (memfasilitasi/membantu) anak untuk memperbaiki laku-nya menjadi manusia seutuhnya. Secara umum, menuntun berarti memberikan arahan, bimbingan, atau petunjuk kepada anak untuk membantu mereka memahami konsep atau keterampilan baru. Menuntun dalam konteks pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara mencerminkan usaha untuk mengembangkan potensi peserta didik secara menyeluruh dengan pendekatan yang humanis dan berorientasi pada karakter.

2.    Bagaimana kata menuntun dimaknai dalam konteks sosial budaya (nilai-nilai luhur) di daerah saudara? Apa yang dapat Saudara lakukan untuk mewujudkan pendidikan dengan konteks budaya?

Respon :

Dalam konteks sosial budaya, "menuntun" dapat dimaknai sebagai upaya untuk membantu anak memahami dan menebalkan potensi kodrati yang sudah ada dalam diri mereka dengan memanfaatkan kekuatan nilai-nilai luhur lokal. Nilai-nilai ini bertindak sebagai fondasi untuk memperkuat karakter anak agar tumbuh menjadi manusia yang utuh. Di daerah saya (Semarang), yang memiliki warisan budaya kaya seperti nilai gotong royong, toleransi, dan sopan santun dalam pergaulan sosial, “menuntun” berarti memperkuat karakter anak melalui nilai-nilai luhur tersebut. Kekuatan sosial budaya masyarakat Semarang, seperti kehidupan masyarakat yang guyub dan menghargai keragaman, menjadi sarana untuk menebalkan potensi anak yang masih samar-samar. Yang dapat saya lakukan untuk mewujudkan pendidikan dengan konteks budaya ini adalah dengan mengintegrasikan nilai-nilai lokal Semarang dalam proses pembelajaran, seperti mengajarkan kebersamaan dalam kegiatan proyek kelompok yang mencerminkan gotong royong atau memfasilitasi diskusi kelas yang menghormati keberagaman pendapat. Selain itu, saya dapat bekerja sama dengan tokoh masyarakat lokal untuk memasukkan aspek-aspek budaya dan sejarah Semarang ke dalam materi pelajaran, sehingga peserta didik lebih mengenal identitas mereka dan memahami bahwa pendidikan adalah proses untuk menjadi manusia seutuhnya yang berakar pada nilai-nilai sosial budaya yang ada di sekitar mereka.

3.    Mengapa pendidikan perlu mempertimbangan kodrat alam dan kodrat zaman?

Respon:

Pendidikan perlu mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman karena keduanya merupakan bagian penting dari konteks di mana pembelajaran terjadi, dan mempengaruhi perkembangan serta kebutuhan peserta didik secara signifikan.

Kodrat alam merujuk pada karakteristik dasar manusia, seperti aspek biologis, psikologis, dan sosial. Dalam konteks pendidikan, mempertimbangkan kodrat alam berarti memahami bagaimana peserta didik berkembang secara alami dan memastikan bahwa proses belajar-mengajar sesuai dengan tahap-tahap perkembangan tersebut.

Kodrat zaman merujuk pada konteks historis dan situasi sosial-budaya di mana pendidikan berlangsung. Pendidikan harus relevan dengan zaman agar peserta didik mampu beradaptasi dan sukses dalam dunia yang terus berubah. Mempersiapkan peserta didik dalam kemajuan teknologi dan menghadapi tantangan global. Pendidikan dapat menjadi lebih relevan dan kontekstual, mempersiapkan peserta didik untuk tantangan masa kini dan masa depan.

Dengan mempertimbangkan kedua aspek ini, pendidikan tidak hanya berfokus pada penguasaan pengetahuan, tetapi juga membekali peserta didik dengan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang relevan dengan kehidupan nyata. Hal ini relevan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara.

4.    Apa relevansi pemikiran KHD “Pendidikan yang memerdekakan murid” dengan Saudara sebagai profesi pendidik?

Respon :

Pendidikan yang memerdekakan murid menurut Ki Hajar Dewantara merujuk pada konsep pendidikan yang bertujuan untuk membebaskan peserta didik dari ketidaktahuan, ketergantungan, dan berbagai belenggu yang menghalangi perkembangan potensi mereka. Relevansi pemikiran tersebut dengan kami sebagai profesi pendidik adalah sebagai pendidik kami harus menciptakan pendidikan yang berorientasi pada peserta didik. Mengembangkan pembelajaran yang memfasilitasi kebutuhan setiap peserta didik, membuat mereka turut aktif dalam pembelajaran, dan tidak lupa menghargai perbedaan dan latar belakang kemampuan peserta didik. Hal ini dilakukan bertujuan untuk mengembangkan setiap potensi yang mereka miliki. Sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menekankan pentingnya pendidikan yang memperhatikan potensi dan kebutuhan peserta didik. Selain mengembangkan pembelajaran dalam bidang akademik, seorang pendidik juga perlu mengembangkan karakter peserta didik. Menjadikan peserta didik seorang individu yang bertanggung jawab, disiplin, kreatif, dan mandiri perlu dipersiapkan sejak jenjang sekolah agar di masa depan peserta didik tersebut memiliki daya juang dalam menghadapi tantangan yang lebih besar di masa yang akan datang. Pendidikan merupakan hak bagi semua golongan masyarakat tidak peduli apapun latar belakangnya. Sebagai pendidik kami tidak boleh membeda – bedakan peserta didik apapun latar belakang sosial, suku, ras maupun agamanya. Seperti Ki Hajar Dewantara yang mendirikan sekolah Taman Siswa yang mengajak semua anak untuk bersekolah tanpa memandang siapa orang tuanya, karena setiap anak berhak untuk mengakses pendidikan yang optimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Proses Pembelajaran yang Sesuai dengan Pancasila sebagai Fondasi Pendidikan Indonesia

  Proses Pembelajaran yang Sesuai dengan Pancasila sebagai Fondasi Pendidikan Indonesia   Proses pembelajaran yang sesuai dengan Panca...