Kelompok :
1. Aliffatul Fahmi (24402400036)
2. Rizky Pratama Putra (24402400605)
3. Rora Nurtsalitsa Switania (24402400608)
4. Sulis Rinawati (24402400697)
5. Triana Rosmawati (24402400724)
PPG Bagi Calon Guru Gelombang
2 Tahun 2024
Bidang Studi Matematika
LPTK Universitas Islam Sultan
Agung
Filosofi Pendidikan Indonesia
T2.3. Ruang Kolaborasi
Tabel 2.3. Kolaborasi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara
1.
Apa makna kata menuntun dalam
proses pendidikan?
Respon:
Kata "menuntun" dalam
proses pendidikan memiliki makna menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar
mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik
sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidik dapat menuntun
tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak agar dapat memperbaiki
lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Dalam proses
“menuntun”, anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi
tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.
Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan
kemerdekaannya dalam belajar. Pendidikan bertujuan untuk menuntun
(memfasilitasi/membantu) anak untuk memperbaiki laku-nya menjadi manusia
seutuhnya. Secara umum, menuntun berarti memberikan arahan, bimbingan, atau petunjuk
kepada anak untuk membantu mereka memahami konsep atau keterampilan baru.
Menuntun dalam konteks pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara mencerminkan usaha
untuk mengembangkan potensi peserta didik secara menyeluruh dengan pendekatan
yang humanis dan berorientasi pada karakter.
2. Bagaimana
kata menuntun dimaknai dalam konteks sosial budaya (nilai-nilai luhur) di
daerah saudara? Apa yang dapat Saudara lakukan untuk mewujudkan pendidikan
dengan konteks budaya?
Respon
:
Dalam
konteks sosial budaya, "menuntun" dapat dimaknai sebagai upaya untuk
membantu anak memahami dan menebalkan potensi kodrati yang sudah ada dalam diri
mereka dengan memanfaatkan kekuatan nilai-nilai luhur lokal. Nilai-nilai ini
bertindak sebagai fondasi untuk memperkuat karakter anak agar tumbuh menjadi
manusia yang utuh. Di daerah saya (Semarang), yang memiliki warisan budaya kaya
seperti nilai gotong royong, toleransi, dan sopan santun
dalam pergaulan sosial, “menuntun”
berarti memperkuat karakter anak melalui nilai-nilai luhur tersebut. Kekuatan sosial
budaya masyarakat Semarang, seperti kehidupan masyarakat yang guyub dan
menghargai keragaman, menjadi sarana untuk menebalkan potensi anak yang masih
samar-samar. Yang dapat saya lakukan untuk mewujudkan pendidikan dengan konteks
budaya ini adalah dengan mengintegrasikan nilai-nilai lokal Semarang dalam proses pembelajaran, seperti
mengajarkan kebersamaan dalam kegiatan proyek kelompok yang mencerminkan gotong
royong atau memfasilitasi diskusi kelas yang menghormati keberagaman pendapat.
Selain itu, saya dapat bekerja sama dengan tokoh masyarakat lokal untuk
memasukkan aspek-aspek budaya dan sejarah Semarang ke dalam materi pelajaran,
sehingga peserta didik lebih mengenal identitas mereka dan memahami bahwa
pendidikan adalah proses untuk menjadi manusia seutuhnya yang berakar pada
nilai-nilai sosial budaya yang ada di sekitar mereka.
3. Mengapa
pendidikan perlu mempertimbangan kodrat alam dan kodrat zaman?
Respon:
Pendidikan perlu mempertimbangkan kodrat alam
dan kodrat
zaman karena keduanya merupakan bagian penting dari konteks di
mana pembelajaran terjadi, dan mempengaruhi perkembangan serta kebutuhan
peserta didik secara signifikan.
Kodrat alam merujuk pada
karakteristik dasar manusia, seperti aspek biologis, psikologis, dan sosial.
Dalam konteks pendidikan, mempertimbangkan kodrat alam berarti memahami
bagaimana peserta didik berkembang secara alami dan memastikan bahwa proses
belajar-mengajar sesuai dengan tahap-tahap perkembangan tersebut.
Kodrat zaman merujuk pada konteks
historis dan situasi sosial-budaya di mana pendidikan berlangsung. Pendidikan
harus relevan dengan zaman agar peserta didik mampu beradaptasi dan sukses
dalam dunia yang terus berubah. Mempersiapkan peserta didik dalam kemajuan
teknologi dan menghadapi tantangan global. Pendidikan dapat menjadi lebih
relevan dan kontekstual, mempersiapkan peserta didik untuk tantangan masa kini
dan masa depan.
Dengan mempertimbangkan kedua aspek
ini, pendidikan tidak hanya berfokus pada penguasaan pengetahuan, tetapi juga
membekali peserta didik dengan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang
relevan dengan kehidupan nyata. Hal ini relevan dengan pemikiran Ki Hajar
Dewantara.
4. Apa
relevansi pemikiran KHD “Pendidikan yang memerdekakan murid” dengan Saudara
sebagai profesi pendidik?
Respon
:
Pendidikan yang memerdekakan murid menurut
Ki Hajar Dewantara merujuk pada konsep pendidikan yang bertujuan untuk
membebaskan peserta didik dari ketidaktahuan, ketergantungan, dan berbagai
belenggu yang menghalangi perkembangan potensi mereka. Relevansi pemikiran
tersebut dengan kami sebagai profesi pendidik adalah sebagai pendidik kami
harus menciptakan pendidikan yang berorientasi pada peserta didik.
Mengembangkan pembelajaran yang memfasilitasi kebutuhan setiap peserta didik,
membuat mereka turut aktif dalam pembelajaran, dan tidak lupa menghargai
perbedaan dan latar belakang kemampuan peserta didik. Hal ini dilakukan
bertujuan untuk mengembangkan setiap potensi yang mereka miliki. Sesuai dengan
pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menekankan pentingnya pendidikan yang
memperhatikan potensi dan kebutuhan peserta didik. Selain mengembangkan
pembelajaran dalam bidang akademik, seorang pendidik juga perlu mengembangkan
karakter peserta didik. Menjadikan peserta didik seorang individu yang
bertanggung jawab, disiplin, kreatif, dan mandiri perlu dipersiapkan sejak
jenjang sekolah agar di masa depan peserta didik tersebut memiliki daya juang
dalam menghadapi tantangan yang lebih besar di masa yang akan datang. Pendidikan
merupakan hak bagi semua golongan masyarakat tidak peduli apapun latar
belakangnya. Sebagai pendidik kami tidak boleh membeda – bedakan peserta didik
apapun latar belakang sosial, suku, ras maupun agamanya. Seperti Ki Hajar
Dewantara yang mendirikan sekolah Taman Siswa yang mengajak semua anak untuk
bersekolah tanpa memandang siapa orang tuanya, karena setiap anak berhak untuk
mengakses pendidikan yang optimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar